February 7

Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Tradisional Versus Komunikatif

Fenomena pembelajaran yang berpusat pada guru, Teacher Centered Learning (TCL), telah membudidaya dan sulit untuk diubah. Pada pendekatan tradisional ini, guru tampaknya memainkan peran penting dalam proses belajar mengajar. Guru memberikan informasi dimana siswa secara pasif menerima. Tidak ada persiapan dan aktivitas yang bermakna sebelum memulai pelajaran. Siswa dipersilakan untuk duduk, diam, dan hanya mendengarkan.  

Karakteristik utama pendekatan pembelajaran tradisional ini adalah bahwa guru biasanya menggunakan buku teks tertentu untuk mengajar Bahasa Inggris, yang lebih berfokus pada tata bahasa. Orientasinya adalah menghasilkan siswa yang dapat menjawab soal ujian Bahasa Inggris dengan baik. Sebaliknya, siswa kehilangan kesempatan untuk menyelesaikan tugas bahasa secara komunikatif dengan berkolaborasi dan berinteraksi dengan teman kelas. 

Tantangan ini mungkin hanya sebagian kecil dari masalah yang dihadapi dalam pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, English as a Foreign Language (EFL) di Indonesia. Peran bahasa Inggris sebagai bahasa asing memang menjadi problematika. Masyarakat Indonesia tidak memiliki banyak akses untuk mendengarkan orang berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Faktanya, meskipun Bahasa Inggris telah diajarkan dan digunakan selama bertahun-tahun di sekolah-sekolah formal Indonesia, hasilnya masih belum memuaskan karena sangat sedikit siswa yang lulus dapat berkomunikasi dengan baik dan fasih (Karmala, Kristina, & Supriyadi, 2018). 

Kelas tradisional tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghasilkan dan mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Inggris. Dalam pendekatan ini, siswa memiliki lebih sedikit kesempatan untuk berbicara tentang proses dan pengalaman belajar mereka. Sehingga mengakibatkan mereka sangat pasif dan bergantung pada guru. Namun, permasalahan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Inggris disebabkan oleh guru dan berasal dari siswa itu sendiri serta lingkungannya. 

Tentunya, guru harus mengandalkan kapasitas mereka untuk meningkatkan motivasi siswa dan mendesain berbagai pendekatan untuk mengembangkan kemampuan Bahasa Inggris siswa. Glassman dan Opengart (2016) mengungkapkan bahwa sebagian besar peneliti sependapat jika kreativitas dan inovasi adalah hal utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang maupun organisasi.  

Dalam pendidikan, inovasi pengajaran adalah menemukan cara baru untuk menjangkau semua siswa. Guru harus memanfaatkan berbagai alat untuk membantu siswa menjadi komunikatif dan produktif. Setiawan dkk. (2020) setuju bahwa inovasi pengajaran secara signifikan berdampak pada seberapa banyak siswa menikmati pembelajaran, secara langsung dan dramatis mempengaruhi kemajuan akademik mereka. 

Pengajaran speaking tidak selalu dimulai dengan memberikan topik untuk didiskusikan atau disajikan sesuai dengan persepsi, pengalaman, dan pengetahuan siswa. Siswa tidak dapat menghindari salah satu keterampilan dalam belajar bahasa Inggris karena saling ketergantungan. Keterampilan berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan akan saling terintegrasi untuk membentuk suatu keterampilan yang utuh untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru dapat mengajar siswa dengan memanfaatkan sumber materi dari teks bacaan, lagu barat, laporan tulisan siswa, dan sumber lain seperti media visual. Semua bahan ini digunakan untuk mendukung keterampilan komunikatif. 

Kelas speaking yang terintegrasi dengan listening practice dapat diawalai dengan pemberian materi listening berupa lagu barat, bahan , podcast, rekaman wawancara, cerita tentang motivasi belajar, dan lain-lain. Guru dapat mengadopsi pendekatan berbasis teknologi informasi dengan menggunakan platform digital seperti youtube. Mereka juga dapat mengakses materi di situs pembelajaran bahasa Inggris ternama, seperti BBC, Cambridge, British Council, Effortless English Language, liricstraining, dan lain-lain.  

Dalam memperoleh kompetensi komunikatif, pengajaran speaking dapat dilakukan dari beberapa proses berurutan, dimulai dengan mendengarkan bahan listening sebagai input dan mengarah ke tahap kegiatan berbicara. Akan tetapi, sebelum memasuki kegiatan inti, guru harus mendesain kegiatan yang bermakna untuk memotivasi siswa, misalkan malakukan warming up atau ice breaking terkait materi yang akan dipelajari. Misalkan ketika akan mempelajari materi listening terkait lagu, ice breaking dapat dilakukan dengan menayakan “apakah kalian menyukai musik? siapa penyanyi favorit kalian?, apakah kalian bisa bermain musik?, musik apa yang kalian sering mainkan?.”  

Setelah itu, guru dapat menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan misalkan materi berupa lagu barat dilengkapi dengan lembaran kertas berisi lirik lagu yang belum lengkap. Guru dapat memanfaatkan tekhnologi dengan menginstruksikan siswa untuk mengakses lyricstraining.com. Guru yang berfungsi sebagai fasilitator dapat  membimbing siswa untuk menemukan nama penyanyi dan mencari judul yang akan dipelajari pada laman web tersebut. Kemudian siswa diminta untuk mendengarkan lagu dengan baik sambil memperhatikan kata-kata yang kosong. Kata-kata kosong ini harus ditemukan dalam lagu, sehingga siswa harus berkonsentrasi penuh. 

Gambar 1: Siswa mengakses materi listening pada lyricstraining.com  Sumber: Dokumentasi Penulis

Untuk mendapatkan jawaban, siswa harus menggunakan strategi pembelajaran neuro-kognitif mereka, seperti yang dipromosikan oleh Pratiwi (2021). Lagu tersebut dimainkan sebanyak lima kali untuk melatih keterampilan menyimak siswa sambil melengkapi liriknya. Tahap ini diperkenalkan sebagai “proses review” berdasarkan strategi pembelajaran neuro-kognitif. Setelah melakukan review lagu sebanyak lima kali, tutor mengecek jawaban siswa sambil siswa mencocokkan pekerjaannya. 

Kegiatan dilanjutkan dengan menanyakan kepada siswa tentang kata-kata asing yang akan dibahas. Setelah itu, siswa diminta menceritakan isi lagu sesuai dengan persepsinya. Selanjutnya kegiatan kelas diakhiri dengan menyanyikan lagu bersama. Siswa terlihat antusias dan bersemangat karena berbagai kegiatan kelas. Berikut adalah alur kegiatan tersebut. 

 Gambar 2: Alur Pembelajaran Komunikatif berbasis Listening  (Diadopsi dari Pratiwi, 2021) 

Referensi: 

Glassman, A. M., & Opengart, R. (2016). Teaching innovation and creativity: Turning theory into practice. Journal of International Business Education, 11, 113.Genesee, F. (1985). Second language learning through immersion: A review of US programs. Review of educational research, 55(4), 541-561.  

Karmala, E. T., Kristina, D., & Supriyadi, S. (2018). Learning Public Speaking Skills from an Ethnography Study ofKampung Inggris. In English Language and Literature International Conference (ELLiC) Proceedings, Vol. 2, 228-230  

Pratiwi, W.R. (2021). EFL Learners’ Motivations and Speaking Learning Strategies in an English Village-Based Immersion Program at Kampung Inggris Pare (Unpublished Doctoral Thesis), State University of Makassar.  

Setiawan, R., Nath, K., Cavaliere, L. P. L., Villalba-Condori, K. O., Arias-Chavez, D., Koti, K., … & Rajest, S. S. (2020). The impact of teaching innovative strategy on academic performance in high schools. Productivity Management. 25. 1296-1312.  

This article has been published in Suara Lidik https://www.suaralidik.com/pendekatan-pembelajaran-bahasa-inggris-tradisional-versus-komunikatif/

February 7

Mendesain Kelas yang Interaktif melalui Sebuah Teks Bahasa Inggris (Pengembangan model TIC Activities-based Reading Text) 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu mata pelajaran yang diangap sulit oleh sebagian besar siswa di Indonesia (Tambunsaribu & Galingging, 2021). Faktor utama penyebab masalah tersebut adalah kedudukan bahasa Inggris di Indonesia sebagai bahasa asing (Alfarisy, 2021) yang menyebabkan sangat sulitnya dijumpai komunitas yang menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari, khususnya di daerah-daerah terpencil. Hambatan pertama ini yang kemudian melahirkan dampak-dampak lainnya, khususnya dalam implementasi proses pembelajaran di sekolah yang berbuntut pada rendahnya motivasi, kompetensi, dan kepecayaan diri siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris.  

Karena bahasa Inggris dianggap sulit dan tidak menarik, sebagian besar siswa menghadapi tantangan saat mempelajari mata pelajaran wajib ini. Oleh karena itu, tugas seorang guru Bahasa Inggris bukan hanya sekedar menyampaikan materi. Sebagai langkah awal dan strategi pertama, mereka harus mendorong dan memotivasi siswa untuk mencintai Bahasa Inggris sebelum memasuki konten pedagogik mata pelajaran ini. Selain itu, memiliki motivasi diyakini sebagai bentuk pertahanan mental ketika di tengah jalan siswa mengalami suatu kendala dalam proses pembelajaran. Setidaknya, mereka dapat kembali memikirkan hal-hal positif mengenai manfaat ketika menguasai Bahasa Inggris 

Akan tetapi, menyimpulkan dari penelitian terkait sebelumnya, beberapa kendala dalam proses penerimaan Bahasa Inggris kebanyakan merujuk pada kapabilitas dan keterampilan guru dalam menciptakan inovasi pembelajaran kelas yang interaktif (Rahmat & Jannatin, 2018; Hasibuan & Moedjiono, 2012). Variabel lainnya yaitu terkait fasilitas penunjang pembelajaran yang tidak memadai, bahan rujukan/ referensi yang kurang up to date, materi yang dianggap lebih sulit, kondisi kelas yang tidak kondusif, serta lingkungan yang tidak mendukung untuk mempraktikkan keterampilan berbahasa Inggris (Pratiwi, 2019). 

Pada hakikatnya, mengajarkan Bahasa Inggris adalah sebuah keterampilan untuk mencapai tujuan komunkatif. Namun, tujuan utama ini tidak akan dapat diraih jika guru tidak memiliki kreatifitas. Menurut Rahmat dan Jannatin (2018), variasi dalam aktifitas pembelajaran sangat krusial dalam menentukan kesuksesan pembelajaran. Metode pengajaran yang bervariasi tentunya akan terasa menyenangkan dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif sehingga kelas menjadi interaktif dan lebih hidup. Wahab (2016) menambahkan guru berperan krusial dalam membangun suasana akademik yang interaktif karena melalui interaksi yang baik antara guru dan siswa atau sesama siswa memungkinkan siswa dapat berkembang secara mental dan intelektual. Oleh karena itu, guru harus memiliki inovasi. 

Sehubungan dengan pencapaian tujuan komunikatif dalam belajar Bahasa Inggris, guru tidak disarankan hanya memperhatikan keterampilan berbicara saja karena semua keterampilan dasar bahasa Inggris (mendengar, menulis, membaca, dan berbicara) saling berkaitan dan bergantung. Selanjutnya, guru harus menciptakan suasana yang nyaman di dalam kelas.  

Pratiwi (2021) telah memperkenalkan beberapa aktifitas kelas yang dinamakan Talkative and Interesting Classroom (TIC) Activities. Untuk mencapai tujuan pembelajaran komunikasi, beberapa input materi dapat didistribusikan kepada peserta didik, seperti mengajar berbicara melalui latihan membaca, mengajar berbicara melalui latihan mendengarkan, mengajar berbicara melalui latihan menulis, mengajar berkomunikasi melalui materi visual, dan lain-lain. 

Secara spesifik, pada tulisan ini saya akan menjelaskan bagaimana sebuah materi yang inputnya berupa teks bacaan dapat dirancang menjadi materi pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan. Meskipun diawali dengan suguhan teks bacaan yang selama ini dianggap siswa terkesan kaku dan monoton, namun materi ini dapat berkembang menjadi berbagai jenis aktifitas dengan keterampilan yang terintegrasi untuk tujuan peningkatan keterampilan berkomunikasi. Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat merancang TIC activities dengan mulai dari memahami teks bacaan berbahasa Inggris yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan penguasaan kosakata siswa dan menghasilkan pengucapan yang lebih baik dan fasih. Bagannya sebagai berikut 

TIC Activities-based Reading Text  (Diadaptasi dari Pratiwi, 2021)

 

 

 

Langkah pertama yang dapat dilakukan dalam mengelola materi ajar berbasis teks bacaan adalah menerapkan metode diam atau silent reading. Membaca dalam hati dapat dilakukan  dua atau tiga kali. Tujuannya adalah agar input ilmu pengetahuan yang terkandung dalam bacaan dapat diserap dengan baik oleh otak. Kemudian dilanjutkan dengan metode membaca nyaring atau reading aloud. Membaca nyaring dilakukan dengan menerapkan system drilling secara bergantian. Setiap siswa membaca satu sampai dua paragraf dan akan kembali membaca setelah siswa terakhir selesai membaca. Guru juga dapat menunjuk siswa secara acara agar seluruh kelas terfokus pada kegiatan saat itu. Kegiatan membaca nyaring dilakukan dalam tiga putaran atau sesuai kebutuhan. Tujuan dilakukannya membaca nyaring ini adalah agar siswa dapat melatih pelafalan atau pronunciation dan kefasihan berbicara/ speaking fluency agar tidak kaku dalam mengucapkan kalimat berbahasa Inggris. 

Dalam teks bacaan, seorang guru harus memberikan penekanan atau perhatian khusus pada kosakata yang yang dianggap sulit Setelah siswa membaca teks, tibalah saatnya mereka benar-benar memahami isi teks dengan mendiskusikan makna sehingga mereka dapat menarik kesimpulan dan menceritakan kembali sesuai dengan kalimat sendiri. Olehnya, mereka wajib mencari makna dan arti pada kata kata asing dalam teks, dan mengucapkannya dengan baik. 

Selanjutnya, kegiatan tersebut dapat dikembangkan menjadi menjawab pertanyaan bacaan secara lisan. TIC activities dapat semakin meramaikan suasana kelas karena siswa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan berbicara dari satu pasangan ke pasangan lain, yang mana kegiatan ini dilakukan secara berpasangan atau kelompok. Di akhir kegiatan, beberapa siswa secara acak diminta untuk menceritakan kembali isi bacaan secara individu di depan kelas. Tujuannya, agar siswa mampu berpikir kritis, kepercayaan dirinya berbicara di depan orang banyak semakin meningkat, dan tentunya agar mereka terbiasa menggunakan Bahasa Inggris untuk tujuan komunikatif.  

Sumber: 

Alfarisy, F. (2021). Kebijakan Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia dalam Perspektif Pembentukan Warga Dunia dengan Kompetensi Antarbudaya. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 6(3), 303-313. 

Hasibuan, & Moedjiono. (2012, 64). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 

Pratiwi, W. R. (2019). Demotivational Factors of Non-English Major Students in Learning English. ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, 2(2), 193-205. 

Pratiwi, W. R. (2021).  A Study on EFL Learners’ Motivations and Speaking Learning Strategies in an English Village-based Immersion Program atKampung Inggris Pare. Unpublished thesis. Universitas Negeri Makassar. 

Rahmat, H., & Jannatin, M. (2018). Hubungan Gaya Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris. El Midad, 10(2), 98-111. 

Tambunsaribu, G., & Galingging, Y. (2021). Masalah Yang Dihadapi Pelajar Bahasa Inggris Dalam Memahami Pelajaran Bahasa Inggris. Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra Dan Budaya, 8(1), 30-41. 

Wahab, R. (2016, 179). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 


 

Category: Opinion | LEAVE A COMMENT