Pada setiap tanggal 25 November, Indonesia merayakan Hari Guru Nasional sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan tanpa tanda jasa yang membimbing kita ke arah cahaya pengetahuan. Sejarah penetapan Hari Guru Nasional menyoroti jasa besar Ki Hajar Dewantara, seorang pionir pendidikan Indonesia. Lahir pada 2 Mei 1889, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Pada tanggal 25 November 1994, Presiden Soeharto secara resmi menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Guru Nasional. Inisiatif ini menjadi bentuk penghormatan kepada semua guru yang dengan gigih mengabdikan diri untuk menyebarkan cahaya ilmu pengetahuan.
Sejarah penetapan Hari Guru Nasional, yang merayakan lahirnya Ki Hajar Dewantara, menjadi landasan penting untuk menilai betapa pentingnya peran guru dalam membentuk masa depan bangsa. Di tahun 2023, tema “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar” dan logo khusus menandakan perubahan besar dalam paradigma pendidikan. 25 November bukan hanya sebagai seremoni formal, tapi sebagai panggilan untuk merenung. Hari Guru Nasional bukan hanya tentang menghormati para pengajar, tetapi juga sebagai kesempatan untuk merefleksikan perjalanan pendidikan kita, memahami realitas pendidikan masa kini, dan menentukan harapan kita untuk masa depan.
Refleksi Pendidikan yang Telah Lalu: Jejak dan Kenangan
Melihat ke belakang pada perjalanan panjang pendidikan Indonesia, kita menemukan warisan yang kaya dan inspiratif. Era pendidikan tradisional, dengan pondok pesantren dan sekolah rakyatnya, menciptakan pondasi bagi karakter dan moral bangsa. Guru pada masa itu tidak hanya menjadi penyampai ilmu, melainkan penjaga nilai-nilai adat dan agama, membentuk generasi dengan integritas dan kecintaan pada budaya lokal.
Lompat ke masa kolonial, di mana pendidikan menjadi alat perlawanan terhadap penindasan. Guru-guru pada periode ini menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, membimbing siswa-siswa menjadi lebih dari sekadar pengetahuan, tetapi pembela nasionalisme dan semangat kemerdekaan.
Ki Hajar Dewantara, dalam masa Orde Lama, membawa konsep pendidikan yang lebih inklusif. Pendidikan tidak lagi hanya untuk kalangan tertentu, tetapi untuk semua lapisan masyarakat. Guru-guru pada periode ini mengambil peran tidak hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pembimbing, membantu membentuk karakter yang berlandaskan gotong-royong dan keadilan.
Masuk ke era reformasi, pintu akses pendidikan terbuka lebih lebar. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan tetapi menjadi fasilitator pembelajaran. Meskipun ada kemajuan, tantangan masih ada, dengan kesenjangan pendidikan antar wilayah dan permasalahan kualitas pendidikan yang terus dihadapi.
Jejak pendidikan yang telah lalu mencakup perjuangan guru di daerah terpencil, siswa yang melawan ketidaksetaraan, dan momen-momen penuh inspirasi di kelas-kelas. Setiap periode membawa cerita dan kontribusi unik, membentuk lanskap pendidikan yang kita kenal sekarang.
Realitas Pendidikan Masa Kini: Dinamika dan Tantangan
Saat kita memasuki era pendidikan kontemporer, kita dihadapkan pada berbagai tantangan dan perubahan. Kemajuan teknologi membawa perubahan dalam cara kita belajar dan mengajar. Pendidikan tidak lagi terbatas pada dinding kelas; itu meluas hingga ke dunia maya, membawa tantangan baru seiring dengan peluang baru.
Realitas pendidikan masa kini menciptakan paradoks. Di satu sisi, kita memiliki akses yang lebih besar ke sumber daya dan informasi. Di sisi lain, ketidaksetaraan masih menjadi masalah. Tidak semua anak memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas, misalkan pemenuhan teknologi dan guru yang berkualitas. Sementara teknologi dapat menjadi solusi, tantangan lain muncul, seperti kesenjangan digital. Sehingga, pendidikan menjadi refleksi ketidaksetaraan sosial yang masih mengakar.
Namun, di tengah tantangan ini, kita juga melihat semangat dan inovasi. Guru masa kini dihadapkan pada peran yang semakin kompleks. Guru tidak hanya mengajar materi akademis, tetapi juga harus membimbing siswa untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan keterampilan interpersonal. Pendidikan saat ini bukan hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang membekali siswa dengan alat untuk terus belajar sepanjang hidup.
Guru-guru kini harus menjadi lebih dari sekadar penyampai informasi. Guru menjadi kurator pengetahuan, fasilitator pembelajaran, dan pemandu eksplorasi. Siswa tidak lagi hanya menjadi penerima pasif, tetapi agen aktif dalam proses pembelajaran. Realitas ini memang penuh dinamika, tetapi juga memberikan ruang untuk kreativitas dan pertumbuhan.
Harapan Pendidikan Ke Depan: Mengukir Masa Depan yang Lebih Cemerlang
Di tengah refleksi dan realitas, kita menatap masa depan pendidikan dengan harapan. Harapan ini mencakup aspirasi untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, merata, dan relevan. Harapan kita melibatkan semua aspek pendidikan, dari aksesibilitas hingga kualitas pengajaran, dan membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga berdaya dan beretika. Pendidikan harus menjadi alat untuk mengatasi ketidaksetaraan.
Salah satu visi harapan Pendidikan ke depan adalah bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, di mana setiap anak memiliki hak dan akses untuk belajar tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kemampuan. Selain itu, harapan akan teknologi yaitu tersedianya akses yang setara terhadap sumber daya digital dan pembelajaran daring karena teknologi merupakan alata untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Harapan untuk pendidikan ke depannya tidak hanya mengajarkan konsep-konsep akademis tetapi juga membentuk karakter. Pendidikan harus menjadi tempat di mana siswa tidak hanya belajar bagaimana berpikir tetapi juga bagaimana menjadi warga yang bertanggung jawab dan berempati. Pendidikan juga diharapkan relevan dengan dunia nyata dan kebutuhan zaman sehingga kurikulum pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global, membangun keterampilan abad ke-21, dan mengembangkan sikap kritis sehingga membantu mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di Masyarakat.
Hal yang tidak boleh diabaikan terkait harapan Pendidikan masa depan adalah keberadaan dan peranan guru yang perlu dihargai dan didukung. Harapan akan penghargaan dan apresiasi yang lebih besar untuk peran guru sebagai pekerja keras dan juga arsitek perubahan sosial menjadi kunci dalam mencapai semua harapan Pendidikan di masa depan yang lebih bail.
Bersama Mewujudkan Harapan: Partisipasi Semua Pihak
Melalui semua ini, kita menggambarkan visi pendidikan Indonesia ke depan. Sebuah visi di mana pendidikan bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter, meratakan peluang, dan membuka pintu untuk masa depan yang lebih baik bagi setiap anak Indonesia.Top of Form Mewujudkan harapan pendidikan ke depan tidak dapat ditempuh sendirian. Ini membutuhkan partisipasi dari seluruh spektrum masyarakat. Pemerintah, lembaga pendidikan, guru, orang tua, dan masyarakat perlu bekerja bersama dan berkomitmen untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung karena karena pendidikan adalah ladang investasi untuk masa depan bangsa.
Dalam artikel ini, penulis mengucapkan Selamat hari guru nasional 2023. Jayalah selalu guru-guru di Indonesia. Mari “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”.
This article has been published at Kumparan.com