May 8

Ketika Dosen Mengalami Writer’s Block.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan dosen, dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga salah satu kewajiban dosen yang diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 dalam point (a) yaitu melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kewajiban-kewajiban dosen inilah yang familiar dengan istilah “Tridharma Perguruan Tinggi”.

Dalam rumusan undang-undang ini, dengan jelas tersirat bahwa, segala bentuk pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus dipublikasikan menjadi tulisan agar ilmu pengetahuan tersebut dapat disebarluaskan dan ditransformasikan kepada masyarakat.

Menulis adalah kegiatan yang menuntut penulis untuk menghasilkan karya tulis yang kreatif. Sehingga, keharusan untuk menghasilkan tulisan yang menarik setiap hari dengan tenggat waktu yang terbatas, dapat menyebabkan penulis mengalami kejenuhan dan kebuntuan ide. Lalu, ketika kami sebagai dosen diwajibkan untuk menulis, apakah tidak pernah mengalami yang namanya kebuntuan ide?

Mengenal Writer’s block

Mari kita mengingat sebuah kondisi saat ingin menulis, pernahkah kita mengalami keadaan dimana berjam-jam menghidupkan laptop, bertatap pandang dengan layar monitor dalam keadaan kursor yang terus berkedip, namun tak juga tuntas menuangkan ide pertama atau menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpadu padan?. Jika teman-teman pernah mengalaminya, itu tandanya teman-teman sedang dalam fase kebuntuan menulis atau sering disebut dengan writer’s block.

Istilah writer’s block pertama kali didefinisikan oleh psikoanalisis Edmund Bergler sebagai “a neurotic inhibiton of productivity in creative writers,” yang berarti “penghambatan produktivitas neurotik pada penulis kreatif”. Dalam kamus Merriam Webster, writer’s block diartikan sebagai hambatan psikologis yang mencegah seorang penulis melanjutkan proses penciptaan sebuah karya.

“Kebuntuan menulis” kedengarannya cukup sederhana dan dapat diselesaikan dengan berbagai solusi, misalkan dengan menyudahi aktivitas menulis dan beralih pada  kegiatan lainnya untuk mengalihkan kejenuhan dan membuat pikiran kembali fresh, seperti berolahraga atau jalan-jalan. Akan tetapi, penulis yang telah mengalaminya, “kebuntuan ide” atau “writer’s block” ini tidak sesederhana yang dibayangkan.

Ada banyak penulis yang dapat segera keluar dari kondisi ini, namun tak banyak pula yang membutuhkan waktu lama, bahkan tidak mampu keluar dari derita “writer’s block” ini. Akibatnya, menyerah dan tak dapat melanjutkan tulisannya. Sehingga, kondisi inilah yang paling dikhawatirkan.

Pada dasarnya, writer’s block adalah keadaan dimana ketika otak mengalami stres akibat beberapa kondisi, misalkan merasa membuang waktu yang begitu lama untuk melakukan riset dan wawancara sebagai data dan sumber materi.  Selain itu, seorang penulis kadang mengedepankan sifat perfeksionis sehingga berpikir keras bagaimana menghasilkan sebuah tulisan yang sempurna. Kondisi ini menghasilkan kekhawatiran akan kritik dan saran sehingga ragu-ragu dalam menuangkan ide ke dalam tulisan.

Kasus-kasus seperti di atas tentunya akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk mengakses sisi kreatif dari otak dosen. Beberapa orang juga sering menyebut writer’s block sebagai “blank page syndrome”, yang merupakan keadaan dimana ingin menulis sesuatu tetapi hanya terdapat layar putih yang terus berkedip.

Lalu, bagaimana cara mengatasi writer’s block?

Sebagai dosen dan penulis, saya pun sering mengalami writer’s block ini. Kondisi dimana saya  dituntut untuk melakukan publikasi ilmiah, namun sulit untuk memulai kalimat pertama saya. Dalam kondisi lainnya, tak jarang saat sedang semangat menulis, namun saya mengalami kebuntuan ide di tengah-tengah kegiatan menulis sehingga konsentrasi buyar dan tidak dapat melanjutkan tulisan saya. Kadang pula saya merasa tulisan saya tiba-tida out of the track atau tidak sinkron dan berpadu padan.

Sehingga, dalam keadaan ini ada beberapa alternatif yang saya lakukan untuk mengatasi writer’ block ini. Beberapa diantaranya adalah:

  1. Beristirahat dan melakukan hal-hal yang menyenangkan, misalnya berkebun atau berjalan-jalan.
  2. Memperkaya referensi
  3. Menyiapkan dan menemukan waktu terbaik dan tempat ternyaman untuk menulis.
  4. Mencoba membuat durasi waktu untuk diri sendiri agar tidak menghambat pekerjaan yang lain.
  5. Menulis bebas terlebih dahulu dengan tidak membelenggu diri harus perfeksionis. Lalu melakukan proofread atau pengecekan tulisan di akhir.
  6. Mengingat kembali tujuan dan motivasi menulis

Semoga bisa menginspirasi. Selamat mencoba.

This article has been published on jalurinfosulbar


Surel: widya_pratiwi@ecampus.ut.ac.id - Blog: https://www.pratiwiwidyarizky.my.id/

Posted 08/05/2023 by widya-pratiwi in category "Homepage

About the Author

Widya Rizky Pratiwi is a lecturer of Universitas Terbuka, Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *